Assalamu'alaikum Wr. Wb
Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini
adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diridhoi Allah SWT.
Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang
bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa. Ada 2 macam
tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
1. Tarekat Wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang
wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah
mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat
pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat
wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis.
Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib
lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain
sebagainya.
2. Tarekat Sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai
dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu
saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan
tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas
tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk
diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini
tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang
murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan
jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir
dan lain sebagainya.
Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan
buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana hadis Nabi SAW: Artinya: “Ingatlah bahwa di dalam tubuh
itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila
ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Dan bila ia rusak maka binasalah
sekalian badan, itulah yang dikatakan hati”.
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat
Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati
manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit
yang ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling
berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia,, tamak, rakus, pemarah,
pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati.
Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya,
maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama
bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya.
Ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT kepada
manusia:
1. Kewajiban
Mensucikan Hati
Di dalam
surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan
hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan.
a. Hati yang
bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang
disebut hatinya bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah.
b. Satu-satunya
cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim disebut
dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat.
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu
hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita telah dapat mengenal
Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan
satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi SAW:
لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ
الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
Artinya: “Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu
mengingat Allah”.
c. Orang-orang
yang telah mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah
disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan
hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut Imam Ghazali, hati manusia
berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila
tidak tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan.
d. Keuntungan
yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya adalah dapat mengenal
Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ
خَابَ مَنْ دَسَّهَا
Artinya: “Beruntunglah
orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah
mengotorinya”. (Q.S. As-Syamsi:
9-10).
2. Kewajiban
Mengingat Allah
Kewajiban
yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah
kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita
belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa
terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta
Allah. Itulah sebabnya Nabi memerintahkan kepada kita agar menyertakan diri
kepada orang yang dekat dengan Allah sebagaimana sabda Nabi:
كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ
مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
Artinya: “Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka
sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan
mengenalkan kamu kepada Allah”.
Berdasarkan
Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah)
agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat
mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhannya.
3. Kewajiban
Mengerjakan Shalat
Shalat
merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan
kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya
sebagaimana firman Allah SWT:
اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ
أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
Artinya: “Sesungguhnya
Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. Thaha: 14)
Para sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb)
dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah
shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi
Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh
mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi
Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih
dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu
dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah.
Itulah sebabnya di dalam QS. al-Isra’: 1 Allah menggunakan kalimat Maha Suci,
sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila
mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad pada hakikatnya adalah
sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam istilah
ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang
diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi
Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam
rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang diterapkan di
kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh
Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa
yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri
tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita
sebagai manusia biasa yang hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan
apa-apa di sisi Allah maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab
itu Nabi bersabda:
اَلْعِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمُ
بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
Artinya: “ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin
yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.
Kekeliruan
umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari ilmu hati dan lebih
mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu menurutnya mayoritas umat Islam saat
ini tidak mengenal yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam
kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ
مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
Artinya: “Maka
celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam
kesesatan yang nyata”. (Q.S. az-Zumar: 22)
Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu
hati (ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya
adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat). Kemudian dengan mempelajari
ilmu hati maka seseorang akan mampu melewati tujuh martabat (kedudukan) sebagai seorang hamba
yakni: lembah pencarian (talab), cinta
('isyq), makrifat (ma'rifah), kepuasan hati (istighna'), keesaan (tawhid),
ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan inklusif (fana').
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar